BELASAN kapal berhias kertas minyak merah-putih berjajar rapi di tepi Pantai Pede, Kelurahan Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Para nelayan dengan biaya sendiri ingin tampil di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pembukaan puncak Sail Komodo 2013. Namun, hingga kegiatan selesai, Sabtu (14/9/2013) siang, tak ada kesempatan untuk tampil.
Hingga petang, kapal-kapal berbahan fiber berlabel Petde Bahari itu belum beranjak. Nasrudin (45), seorang nelayan pemilik kapal, terpaku di depan armadanya. "Kapan lagi kami bisa tampil di depan Presiden? Mungkin tidak ada kesempatan sampai kami meninggal," katanya.
Nelayan lain, Junaedi dan Abu, serta Kepala Desa Gorontalo Aladin Nasar ikut bergabung. Mereka berasal dari suku Bajo di Sulawesi Tenggara, yang turun-temurun tinggal di Pantai Pede, Kampung Gorontalo, sekitar 15 menit perjalanan kendaraan dari pusat kota.
Junaedi mengatakan, sudah sepekan kapal kelompok nelayan Petde Bahari dihias demi memeriahkan puncak Sail Komodo 2013. Untuk membeli kertas minyak, benang, dan lem, mereka merogoh kocek Rp 100.000.
Bagi nelayan, uang itu sangat berarti. Sejak Mei 2013, nelayan berutang Rp 10 juta untuk membeli kapal fiber yang digunakan untuk memburu ikan.
Ada 18 perahu nelayan Petde Bahari hasil utang ke Bank NTT. Utang itu harus dibayar dalam jangka waktu tiga tahun. Tiap bulan, angsurannya sekitar Rp 400.000. Kredit lunak ini dirasa sangat membantu karena dengan kapal fiber, jangkauan melaut bisa lebih jauh dan hemat bahan bakar.
"Kami ini nelayan kecil yang kampung halamannya dipakai kegiatan Sail Komodo dan dihadiri Presiden. Tetapi, tak sedikit pun kami dilibatkan," kata Aladin Nasar, yang juga nelayan.
Hingga Sabtu pagi, mereka masih berharap bisa memamerkan kapal di depan Presiden SBY. Padahal, dinas kelautan dan perikanan telah memastikan hanya nelayan-nelayan terpilih yang diikutsertakan.
Harapan nelayan masih ada karena dalam susunan acara yang dibagikan, Sailing Pass masih menampilkan kapal nelayan di belakang kapal perang (KRI), kapal pemerintah, dan kapal layar. Namun, hingga kegiatan selesai, tak ada kapal nelayan terpilih yang bisa berlayar dan beratraksi di depan Presiden dan ribuan undangan dari dalam dan luar negeri. Hanya 17 kapal layar (yacht) yang menutup konvoi kapal, mewakili negara masing-masing.
"Sail Komodo buat siapa? Kalau dari sambutan Pak Menko Kesra (Agung Laksono), Sail Komodo buat pemberdayaan masyarakat. Kenyataannya eksklusif," kata Nasar.
Dikonfirmasi tentang ketidakterlibatan masyarakat, Dedi H Sutrisna, Sekretaris Dewan Kelautan Indonesia, yang menjadi Ketua Pelaksana Tingkat Daerah Sail Komodo 2013, mengatakan, nelayan tak diikutkan dalam konvoi untuk menjaga keselamatan nelayan. "Kapal-kapal yang berukuran besar akan menciptakan gelombang saat melintas di dekat kapal nelayan yang jauh lebih kecil," ujarnya.
Alasan itu dirasa tak masuk akal. Bagi nelayan yang biasa bertarung dengan ganasnya Samudra Hindia, gelombang akibat lintasan kapal tak mengancam. "Gelombang tinggi biasa kami hadapi," kata Nasrudin. Jika memang ada niat mengikutsertakan masyarakat, kapal nelayan bisa dilibatkan saat parade seni budaya.
Puncak Sail Komodo 2013 menyuguhkan berbagai atraksi seni tari daerah, atraksi infiltrasi ke laut dari helikopter yang bergerak, terjun payung, serta konvoi kapal yang dipimpin sederet kapal perang dan kapal pemerintah.
Kembangkan wisata
Kegiatan serupa yang digelar pada tahun-tahun sebelumnya di Bunaken, Banda, Wakatobi-Belitong, dan Morotai, salah satunya, berusaha meningkatkan dan mengeksplorasi potensi daerah. Sail Komodo ingin mengembangkan destinasi wisata pada Koridor V Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Untuk NTT, kegiatan ini dirasa sangat penting mengingat Indeks Pembangunan Manusia di provinsi ini masih kurang. Melalui kegiatan bertajuk "Sail", infrastruktur di daerah, seperti bandara, jalan, dan dermaga, dibangun/diperbaiki. Potensi daerah pun diperkenalkan kepada para investor.
Frans Lebu Raya, Gubernur NTT, mengatakan, saat ini sedang mendorong sektor kelautan/perikanan dan pariwisata sebagai unggulan potensi daerah. Sebelumnya, mereka mengedepankan pertanian jagung, kebun cendana, dan peternakan.
Agung Laksono membeberkan, kunci percepatan pembangunan NTT ada pada pertanian dan peternakan, pariwisata, peternakan dan kelautan, serta infrastruktur. Namun, di lapangan, kegiatan Sail masih jauh panggang dari api.
Sail Komodo, ajang yang diharapkan menjadi kebangkitan pariwisata NTT, justru tak dirasakan masyarakat kecil meski sebagian tamu menginap di homestay dan sehari-hari makan/minum di warung setempat.
"Bagaimana mau bangkit, tamu-tamu saya malah batal datang karena tidak dapat kamar. Semua diborong pejabat yang mau hadir ke acara Sail," ujar Ramses, pramuwisata setempat. Alhasil, komisi dari penyewaan perahu dan mobil pun pupus.
Bahkan, pada puncak Sail Komodo 2013, warga yang sangat antusias menyimak dari dekat kegiatan malah tertahan di batas lokasi kegiatan oleh aparat keamanan.
Siang hari, saat Presiden meninggalkan lokasi dan keamanan dikendurkan, warga berlarian ke depan podium kehormatan. Namun acara sudah selesai. (Ichwan Susanto/Kris Razianto Mada)
Editor : I Made Asdhiana