JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika cenderung untuk meminta operator telepon seluler XL dan Axis bergabung, bukan akuisisi. Dengan penggabungan, mereka tidak akan memiliki lima blok atau menguasai blok terbanyak di layanan 3G.
"Saat ini XL memiliki tiga blok, sementara Axis memiliki dua blok. Jika mereka akuisisi, mereka tetap menguasai lima blok. Jika merger (bergabung), blok yang dikuasai mereka akan kurang dari lima blok," kata Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Gatot S Dewa Broto, saat dihubungi Kompas, Jumat (25/10/2013).
Namun, Gatot mengatakan, masalah ini belum menjadi keputusan tetap karena masih dalam taraf kajian. Jika kajian yang dilakukan oleh tim Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) selesai, kajian ini akan diserahkan kepada Menteri Kominfo untuk dibuatkan keputusan. "Kapan waktunya keputusan ini dibuat, belum bisa ditentukan. Menteri juga masih mempelajari dokumen administrasi, finansial, dan teknis dari kedua perusahaan," ujar Gatot.
Selama ini operator 3G adalah Telkomsel, Indosat, XL, Axis, dan Tri. Kelima operator ini telah memigrasi blok 3G di frekuensi 2,1 GHz pada 21 Oktober 2013. Urutan baru setelah migrasi dari 12 blok yang ada di 2,1 GHz ini menjadi Tri di blok 1-2, Telkomsel di blok 3-4-5, Indosat di blok 6-7, XL di blok 8-9-10, dan Axis di blok 11-12.
Apabila XL dan Axis bergabung, hanya akan ada empat operator yang memberikan layanan 3G. Dengan demikian, para operator itu bisa memberikan layanan yang lebih leluasa dan lebih baik kepada pelanggan. Apalagi hingga kini belum semua operator mendapat alokasi spektrum yang sama untuk menggelar koneksi pita lebar bergerak (mobile broadband). Padahal, kebutuhan lebar pita (bandwidth) masa depan kian besar sehingga setiap operator membutuhkan spektrum yang semakin besar.
Untuk memberikan kajian yang terbaik, Kementerian Kominfo telah memanggil operator lain, yakni Telkomsel, Indosat, dan Tri, untuk dimintai pendapat mengenai penggabungan XL dan Axis. "Mereka sangat mendukung langkah-langkah pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini," kata Gatot.
Anggota BRTI, M Ridwan Effendi, mengatakan, BRTI akan mempelajari rencana bisnis operator telepon seluler XL dan Axis untuk 10 tahun ke depan. Hal itu karena BRTI harus membuat rekomendasi teknis yang tepat bagi kepemilikan frekuensi antara XL dan Axis.
"Kami juga akan melihat model laporan operator di Amerika Serikat ke Federal Communications Commission (FCC) dalam kasus merger, terutama tata cara penilaian kelayakan merger untuk sektor telekomunikasi," kata Ridwan.
"Frekuensi adalah aset negara. Semua harus memahami frekuensi alat untuk berusaha, bukan merupakan aktiva atau aset yang bisa dianggap sebagai bagian dari valuasi satu perseroan," ucap Ridwan.
Ridwan menjelaskan, tata cara pengalokasian, pencabutan, dan lainnya tentang frekuensi yang dikelola satu operator ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. PP itu menyatakan, pemegang alokasi frekuensi radio tak dapat mengalihkan alokasi frekuensi radio yang telah diperolehnya kepada pihak lain. Berikutnya, izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari menteri. Frekuensi radio yang tidak digunakan lagi wajib dikembalikan kepada menteri.
Anggota BRTI, Nonot Harsono, menambahkan, dalam melihat alokasi frekuensi yang pantas untuk XL dan Axis setelah konsolidasi adalah menghitung keseimbangan daya saing. (ARN)
OJK menilai perlu upaya ekstra memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai asuransi…
Editor : Erlangga Djumena
Anda sedang membaca artikel tentang
Pemerintah Cenderung Minta Axis dan XL Digabung
Dengan url
http://recognizethedanger.blogspot.com/2013/10/pemerintah-cenderung-minta-axis-dan-xl.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Pemerintah Cenderung Minta Axis dan XL Digabung
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Pemerintah Cenderung Minta Axis dan XL Digabung
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar